Ojol Jadi Korban Pemukulan, Klarifikasi POMDAM XII Dinilai Janggal: Publik Waspadai Kriminalisasi Rakyat Kecil

PERSISINews.Com —Pontianak  21 September 2025 Kalimantan Barat Teguh Sukma, pengemudi ojek online, Jumat (20/9) sore, menjadi korban pemukulan brutal di Jalan Panglima Aim. Peristiwa ini seketika viral di media sosial. Informasi awal menyebut pelaku adalah oknum TNI AD berseragam.

Kabar itu sontak membuat publik geger. Nama besar TNI, yang seharusnya menjadi tameng rakyat, mendadak diseret ke pusaran isu kekerasan terhadap warga sipil kecil. Namun hanya beberapa jam setelah heboh, Polisi Militer Kodam XII/Tanjungpura (POMDAM XII/TPR) buru-buru mengeluarkan klarifikasi: pelaku bukan anggota TNI.

“Sudah kami telusuri. Yang bersangkutan bukan anggota TNI,” ujar seorang perwira POMDAM XII kepada media.

Klarifikasi Kilat yang Menimbulkan Pertanyaan

Alih-alih meredakan suasana, pernyataan POMDAM justru menimbulkan pertanyaan lebih besar. Publik bertanya-tanya: mengapa sejak awal beredar informasi kuat bahwa pelaku berseragam TNI? Apakah ada kekeliruan dalam identifikasi, atau sebaliknya, sebuah upaya terburu-buru untuk meredam sorotan publik?

Kejanggalan ini membuat sebagian kalangan menilai ada upaya “penyangkalan instan”. Bagi rakyat, pernyataan cepat tanpa transparansi justru terkesan defensif, bahkan menutup ruang kebenaran.

“Kalau memang bukan, tunjukkan fakta. Jangan hanya bantah. Publik berhak tahu siapa pelakunya,” kata seorang aktivis hukum di Pontianak.

Korban Melapor, Rakyat Menolak Dibungkam

Korban, Teguh Sukma, telah resmi melaporkan kasus ini ke POMDAM XII/TPR. Ia berharap mendapat perlindungan hukum, bukan intimidasi. Namun di lapangan, tersiar kabar adanya tekanan agar kasus tidak diperpanjang.

“Ada yang mencoba supaya kita diam. Tapi kita harus rapatkan barisan, jangan mau ditakut-takuti,” ujar seorang rekan ojol yang mendampingi korban.

Keresahan ini menunjukkan bahwa rakyat kecil kerap dipaksa menghadapi kekuasaan sendirian. Setiap kali bersinggungan dengan aparat berseragam, hukum kerap tumpul ke bawah dan tajam ke atas.

Landasan Hukum: Jika Benar Oknum TNI Terlibat

Publik menuntut kejelasan: bila terbukti benar pelaku adalah oknum TNI, maka jalur hukum militer harus ditegakkan tanpa kompromi.

Dasar hukumnya jelas:

Pasal 103 KUHPM: prajurit yang melakukan tindak pidana kekerasan dapat dijatuhi pidana penjara tambahan, selain sanksi disiplin militer.

Pasal 106 KUHPM: anggota militer yang melukai masyarakat sipil dapat diberhentikan dari dinas keprajuritan.

Pasal 170 KUHP: mengatur penganiayaan secara bersama-sama di muka umum.

Pasal 351 KUHP: penganiayaan dengan ancaman hingga 5 tahun penjara bila mengakibatkan luka berat.

Selain itu, UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menegaskan:

Pasal 9: Pengadilan Militer berwenang mengadili tindak pidana prajurit.

Pasal 65: Polisi Militer bertugas menyelidiki, menyidik, dan menyerahkan perkara ke Oditurat Militer.

Pasal 143: peradilan militer wajib menjunjung tinggi asas keadilan, keterbukaan, dan kepastian hukum.

Dengan landasan itu, tak ada ruang untuk manipulasi. Jika benar pelaku oknum TNI, maka jalur peradilan militer sudah tersedia. Jika bukan, publik berhak tahu siapa pelaku sesungguhnya.

Publik Menuntut Transparansi

Kasus pemukulan ini kini jadi ujian serius bagi POMDAM XII/TPR. Publik ingin melihat: apakah institusi militer benar-benar berani transparan, atau justru melindungi anggotanya dengan bantahan kilat tanpa bukti kuat.

Bagi rakyat, persoalan ini bukan sekadar soal satu pengemudi ojek online yang dipukul. Ini soal wibawa institusi negara, perlindungan hukum bagi rakyat kecil, dan komitmen bahwa hukum berlaku sama untuk semua.

Jika langkah tegas tidak diambil, maka publik akan menilai: sekali lagi rakyat kecil dibiarkan jadi korban, sementara pihak yang kuat bebas berlindung di balik seragam.

Tim: Redaksi